[New] Mewujudkan Cinta Tak Tersampaikan



Mewujudkan Cinta Tak Tersampaikan
Inspired by Sernanda Fitrania



            Ku terbangun di pagi hari karena handphone ku yg terus menerus berbunyi, ya itu adalah telpon dari sahabatku, Denada.

           “Iyaa hallo ?” Ucapku dengan nada melas karna baru bangun tidur.
           
“Woy Win ! Kamu dimana !” Balas Denada yang berteriak melalui telepon.

“Etdah Den, kenapa emang ?” Tanyaku sambil sedikit merasa kesal karna teriakkannya tadi.
           
             “2 jam lagi kita mau berangkat kemah ! Kamu dimana ?!” Tambahnya yang mengagetkanku. Aku baru ingat kalau hari ini aku ada planning dengan sahabat-sahabatku untuk berkemah.

            “Astaga ! Iya iya ini aku siap-siap.” Ujar ku lalu menutup telpon dan bergegas mandi lalu menyiapkan apapun yangg akan ku bawa untuk kemah nanti.

            Selesai mandi aku bergegas dan berpamitan bersama orang tuaku untuk 2 hari ini berkemah. Jauh hari aku sudah izin dan diperbolehkan untuk planning ku dengan sahabat-sahabatku.

            “Hati-hati Win. Disana jangan banyak tingkah, kamu nggak tau apa-apa tentang wilayah sana.”  Ucap orang tuaku.
           
           “Iya pak, buk, yaudah aku berangkat dulu. Assalamualaikum.”
           
            “Wa’alaikumsalam.” Balas mereka.

            Aku berangkat menuju rumah Connie. Disana sudah ada Rio, Kemal, Andre, Mutya, Selly dan Sernanda.

            “Dari mana ?!” Tanya Mutya kesal.

            “Ya maaf, aku tadi telat bangunnya, dah yuk berangkat.” Balasku.

            Lalu kami menaiki bis mini yg kami tumpangi. Aku duduk di sebelah Sernanda dan selama perjalanan aku hanya menatap ke luar jendela.

            “Ada apa ? Perasaan dari tadi liat jendela mulu Win ?” Tegur Sernanda mengagetkanku.

            “Nggak ada apa-apa kok Ser hehe.” Jawabku tersenyum.

            Setengah perjalanan semua teman-temanku tertidur. Hanya aku yang tidak. Dan entah mengapa tiba-tiba Sernanda merebahkan kepalanya dibahuku. Aku hanya mampu terdiam dan tersenyum.

            Aku mengenal Sernanda memang baru saja, tapi tak ada juga rasa spesial ku padanya, mungkin dia hanya ku anggap seorang teman, namun kejadian ini membuatku bertanya-tanya pada diriku “Perasaan apa ini ? Ah tidak mungkin.” Gumamku dalam hati.

            Akhirnya kami sampai dan kami semua terbangun terutama Sernanda. Kami keluar sambil mencari tempat yg pas untuk berkemah.

            “Win kamu simpan gelang ini ya, aku buat khusus untuk kamu loh.“ Tiba-tiba Sernanda menghampiriku dan memberikanku sebuah gelang.
            
            “Ini gelang apa, Ser ?” Tanya ku.
         
            “Udah ambil aja, hitung-hitung pemberian dari aku buat kamu hehe.” Jawabnya dengan senyuman.

            “Oh iya-iya deh.” Ucapku dan aku langsung memakainya. “Makasih ya, Ser.” Tambahku tersenyum.

            Ketika menanjaki sebuah tanjakkan, Sernanda hampir saja terjatuh. Dengan sigap ku tarik tangannya dan iya terebah tepat dalam pelukku. Saat itu tatapan ku tertuju pada tatapan matanya, begitu juga sebaliknya dan semakin membuatku mulai menyimpan perasaan yang beda pada Sernanda saat itu.

            Kami sampai dan mulai membuat tempat kemah. Setelah itu kami berkumpul karna hari mulai gelap. Kemal menyalakan api unggun. Ku keluarkan gitarku dan mulai memainkan petikan nada-nada indah dan semua ikut bernyanyi.
          
             “Cie kak Sernanda dari tadi sama kak Edwin mulu.“ Canda Selly.
        
            “Mungkin Edwin suka sama Sernanda kali hahaha.” Celetus Rio.
           
            “Suka sama Sernanda ? Haha enggak lah. Sernanda kan sahabat gue sendiri. ” Jawabku.
          
            Aku berbohong. Aku tak ingin semua teman-teman ku tau yang sebenarnya, kalau aku suka sama Sernanda. Ku lihat Sernanda hanya tersenyum dan Andre mulai memanaskan suasana dan kembali melemparkan pertanyaan yang serupa.
         
            “Alah nggak usah ngeles Win. Kalau suka bilang aja hahaha.” Ucapnya sambil tertawa.
         
            “Nggak mungkin lah. Sernanda cuman teman buat gue, ya bukan tipe gue juga kali.” Balaskku yg semakin bodoh.
          
            Apa yang ku katakan membuatku takut Sernanda akan merespon dengan buruk, namun ku lihat ia tetap tersenyum. Karna malam dan malas, aku memutuskan untuk tidur.

            Tetapi aku masih khawatir dengan ucapanku tadi, aku berharap Sernanda tak meresponnya berlebihan. Dan aku juga berharap kalau Sernanda hanya menganggap tadi sebuah gurauan.

            Pagi datang...
            Aku keluar sambil melihat pemandangan sekelilingku dan tiba-tiba Connie datang menghampiriku.

            “Kamu bohong kan, Win ?” Ucapnya.
           
             “Bohong apa ya, Non ? ” Tanyaku bingung.
           
            “Kamu itu suka kan sama Sernanda ? Aku tau kok, kamu teman masa kecilku,Win. Semua gerak-gerikmu aku tau. Sudah gak usah bohongi dirimu lebih dalam lagi.” Tambahnya.
           
            “Yaelah Non, nggak mungkin aku suka sama Sernanda. Dia cuman teman buatku. Lagian Sernanda kan kurus, nggak terlalu cantik, suaranya cempreng, terus pendiam gitu, ya bukan tipe cewek yang gue suka lah. Udah gue nggak bakal pernah nyimpan perasaan apapun sama Sernanda sampai kapanpun itu !” Balasku dengan suara lantang.
          
            Dan kali ini aku benar-benar munafik akan perasaanku sendiri. Aku menyadari Sernanda ada tepat dibelakang kami. Dia hanya merundukkan kepalanya seakan ingin membawaka ku secangkir teh hangat.

            Sernanda pun menjatuhkan teh tersebut lalu berlari meninggalkan kami. Hari itu aku sangat merasa bersalah sampai-sampai sudah menyakiti hati Sernanda lebih dalam. Aku tak mampu mengejar, karna ku tau apa yang telah ku lakukan sudah sangat berlebihan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi mengelilingi hutan ini.

            Entah kemana tujuanku pagi itu. Aku terus berjalan dan kulihat ada yang mengikutiku. Namun aku tak menengok ke belakang. Hingga akhirnya suara teriakan seorang wanita mengagetkanku, yang ternyata itu Sernanda.

            Ia terjatuh dijembatan yang baru saja ku sebrangi. Teman ku berdatangan dan kaget.
           
            “Ada apa win ?!” Ucap Mutya.
         
            “A-ak-aku nggak tau tadi Sernanda ngikutin aku terus dia jatuh !” Balasku histeris.
           
            “Ini gara kamu bilang kalau kamu nggak suka dia ! Jadinya dia begini kan !” Ucap Kemal lalu mencoba menghajarku. Karna emosi aku terlebih dahulu yang menghajar Kemal.
          
            “Apa kamu bilang ?! Salah ku ?! Apa aku harus bilang kalau aku suka sama dia yang sebenarnya enggak hah ?!” Aku tak mampu mengontrol emosiku. Connie, Mutya dan Denada mencoba melerai kami berdua yang berkelahi.
          
            “Sudah ! Apa dengan bertengkar kalian bisa selamatkan Sernanda ?! Apa bisa ?! Jawab ?!” Ujar Denada yang juga histeris disertai air mata.

            “Kak Edwin…kak Sernanda kak…Tolong kak Sernanda…” Ucap Selly menangis sambil mengayun-ayunkan tanganku.
          
            Kami tak bisa berbuat apa-apa. Sernanda terbawa arus yang amat deras dan kami tak bisa menyalamatkannya. Hingga akhirnya dengan berat hati kami memutuskan untuk meninggalkan Sernanda.

            “Maafin aku, Ser...” Ucapku dengan tangis dalam hati.

            Jujur aku sudah bodoh. Aku merasa bersalah mengucapkan itu kala ada Sernanda dan sudah membohongi perasaanku sendiri bahwa sebenarnya aku mempunyai rasa spesial pada dirinya.


            3 Tahun kemudian.


            Kini aku menjadi sosok yang tertutup semenjak kepergian Sernanda. Aku jadi jarang keluar rumah. Kecuali jalan bersama keluarga dan kuliah.
          
            Siang itu aku menuju kampus. Sampai kampus aku menuju ke perpustakaan. Ku keluarkan laptopku dan mulai mengerjakan tugas-tugasku yg belum sempat kuselesaikan.
          
            Tiba-tiba bajuku basah karna ada seseorang yang sengaja atau tidak menumpahkan minumannya.
          
            “Maaf. Maaf saya nggak sengaja.” Ucap seorang wanita berkacamata yang baru kulihat selama aku kuliah disini.
           
            “Nggak apa kok.” Jawabku sambil membersihkan sisa minuman tadi.
         
            “Sekali lagi maaf ya. Aku terlalu konsen bermain handphone sampai tetabrak kamu. ” Ucapnya lagi.
           
            “Ya udah nggak apa-apa.” Balasku lagi tersenyum kecil. “Siswi baru ?” Sambung tanyaku.
           
            “Siswi baru ? Hm iya. Perkenalin nama aku Riska Safitri.” Jawabnya lalu mengacungkan tangannya.
           
            “Aku Edwin.” Balasku lalu tersenyum dan mengacungkan kembali tanganku untuk berkenalan dengannya.

Pada akhirnya kami saling berkenalan. Tepat siang itu jam makan siang. Aku mengajak Riska untuk makan dua bersama disalah satu mall dan dia menerima ajakkan ku tadi.

            “Aku manggilnya apa nih ? Riska ?” Tanyaku ketika kami sampai disalah satu tempat makan.
           
            “Seterah aja hehe.” Balasnya tersenyum.
         
            “Aku panggil Riska aja deh hehe.” Tambahku lalu terdiam
        
             “Hay kenapa diam ?” Tanyanya.
           
            “Hm nggak apa kok .” Jawabku
         
            “Kuliah disini sudah lama? Semester berapa ?” Tanyanya balik.
         
            “Semester 1 baru Ris.” Balasku
         
            “Wah sama yah.” Ucapnya.
         
            “Ya gitulah Ris hehe.” Jawabku lagi.
         
            “Eh iya pacar kamu nggak marahkan kita jalan gini ?” Tanyanya khawatir.
         
            “Haha aku gak punya pacar kali Ris. Males hehe.”
         
            “Kok males ?” Tanya nya lagi.
         
            “Ada something lah.” Balasku untuk menutupi cerita masa laluku.
         
            “Oh iya ngomong-ngomong gelang kamu lucu.” Ujarnya memperhatikan gelang yang ku kenakan. Gelang berharga pemberian Sernanda 3 tahun lalu yang penuh kenangan dan sesal dalam diriku.
           
            “Ini pemeberian dari seseorang yg teramat aku cintai Ris. Hehehe sayang aku...”
          
            “Sayang kenapa, Win ?” Tanyanya serius.
           
            “Nggak apa deh. Eh tuh makanannya dateng yuk makan.” Jawabku yang hampir saja keceplosan tentang masa lalu ku dengan Sernanda dulu.


            Akhirnya Riska hanya tersenyum dan mungkin berniat untuk tidak kepo dengan jawaban-jawaban ku tadi.
           
            Ada yang hampir sama saat aku bercerita bersama Riska. Ya, sifat asik nya yang hampir sama dengan Sernanda. Dan saat itu membuat ku kembali teringat akan sosok Sernanda dulu. Andai saja waktu dapat kuputar kembali, mungkin akan ku ungkapkan semua yang belum sempat ku ungkapkan pada Sernanda.

            Selesai makan kami kembali kerumah masing-masing. Riska tak ingin ku antar karna dia bilang ingin menuju suatu tempat.
          
            Dirumah aku terus terpikirkan tentang sifat Riska yang hampir sama persis dengan Sernanda. Jika dia Sernanda mungkin aku takkan menyiakannya lagi.
          
            “Ser, andaikan kamu masih hidup, mungkin kita bisa bersama dan mungkin selamanya kita akan terus bersama.” Ucapku dalam hati sebelum ku menutup mataku untuk tertidur.

            2 minggu sudah aku berkenalan dengan Riska. Dia orang yang asik dan baik, namun aku masih memikirkan sosok Sernanda. Tak mudah bagiku untuk melupakannya, karna aku seperti berhutang pada diriku sendiri bahwa aku akan mengucapkan kata cinta hanya pada satu orang, yaitu Sernanda.

           “Hay Win, aku mau nanya sesuatu nih.” Ucap Riska yang mengagetkanku ketika aku sedang asik membaca buku diperpus.
       
            “Tanya apa Ris?” Jawabku lalu menutup buku yang ku baca.
           
            “Hm kalau aku suka sama kamu salah nggak ?” Tanyanya lagi tiba-tiba membuatku kaget.
           
            “Ngak salah sih. Tapi mending jangan deh. Aku lagi nggak pengen pacaran Ris. Hehehe sorry ya.” Ucapku.
           
            “Sekarang aku serius Win. Apasih yang buat kamu nggak mau pacaran ?” Ucapnya sambil menatap mataku dengan tajam.
            
            “Tatapannya kok sama kayak Sernanda ?” Gumamku dalam hati.
         
            “Kenapa diam ? Tegurnya.
            
            “Udah nggak ada apa-apa, cuman mau fokus kuliah dulu sih Ris.” Jawabku yg terus-terusan menutupi cerita masa laluku.

            “Kamu gak usah bohong.” Ujarnya.

            “Ya aku nggak bohong.” Balasku gugup.
           
             “Kalau kamu nggak mau kasih tau, aku bakal tanya teman-teman lamamu.” Ancamnya.

            “Yaudah-yaudah iya, sore nggak sibuk kan ? Ikut aku aja, entar aku tunjukin kamu suatu tempat.” Ucapku dan Riska pun setuju untuk mengikutiku sore nanti menuju tempat yang ingin ku lihatkan padanya.
           
            Sore harinya aku menuju tempatku berkemah 3 tahun lalu. Dan Riska hanya terdiam sambil merasa takut.

            “Win kamu mau bawa aku ke tempat apaan?”Jawabnya gelisah.
         
            “Kamu mau tau yang sebenarnyakan ? Yang selama ini kamu tanya-tanyakan kan ? Ikut aja.” Balasku terus berjalan.
           
            “Ya tapi ini tempat apa ? Kok hutan gitu. Eh Win itu jembatannya angker loh, aku dengar banyak orang yg jatuh kalau lewat situ.”Ucapnya terus gelisah.

           “Justru tempat itu bakal jadi jawaban semua pertanyaan kamu Ris. Udah ikut aja.” Jawabku yang terus berjalan hingga tiba di hadapan jembatan dimana 3 tahun lalu Sernanda meninggalkanku untuk selamanya.
         
            “Ini tempatnya.” Jawabku dan tiba-tiba air mataku menetes.
         
            “Tempat ini adalah tempat dimana aku kehilangan seseorang yang teramat aku cintai. Dia seorang yang baru aku kenal kurang lebih 8 bulan. Namun sikap baiknya padaku membuat aku merasa nyaman jika dekat dia.”
         
            “Namanya Sernanda Fitrania. Sering ku sapa Sernanda.”

           “Dulu aku sempat ditanya oleh teman-temanku. Apa aku suka sama dia ? Aku nggak berani jujur Ris, jadi aku memutuskan bohong dan bilang kalau aku nggak suka sama Sernanda itu. Dan keesokan harinya Connie sahabat masa kecil ku mencoba meyakinkan aku bahwa aku suka sama Sernanda.”
           
            “Aku tetap ngelak dan bilang kalau aku nggak suka sama Sernanda. Sampai-sampai aku menghina Sernanda. Aku bilang dia bukan tipe ku lah, kurus lah, gak terlalu cantik lah, dan apapun itu yang menghina dia.”
         
             Aku hampir menceritakan semua kenyataan masa lalu. Ku lihat Riska menangis mendengarkan ceritaku. Namun aku memutuskan untuk melanjutkan cerita tersebut.

            “Sampai akhirnya ketika aku berjalan mengelilingi hutan tersebut dan melintas dijembatan ini, ku lihat Sernanda mengikuti hingga secara tidak sengaja dia terpeleset dan jatuh kebawah sana dan terbawa oleh arus.”

            “Aku tau aku salah, bahkan bodoh karna aku belum sempat mengatakan perasaanku yang sejujurnya pada Sernanda. Kalau aja dia sekarang ada mungkin aku akan mengungkapkan apa yang ada dihatiku selama ini bahwa sebenarnya aku sangat mencintai dia.” Ucapku yg semakin tak kuat membendung air mata.

            Riska berjalan disampingku kemudian berkata, “Aku juga mau cerita sesuatu tentang tempat ini sama kamu Win..” ujarnya dan mulai bercerita.

            “Dulu aku dan teman-temanku berniat kemah, dan niat kami kesampaian. Akhirnya kita bisa kemah bareng. Aku jatuh cinta sama seorang temanku, tapi dia teman baru juga untukku, jadi aku masih malu-malu gitu hehe”.

            “Dia bilang ke teman-temanku kalau dia nggak suka sama aku. Tapi aku cuman bisa tersenyum karna aku nggak tau perasaan dia yang sebenarnya itu gimana.”


            “Keesokan harinya aku mendegarkan percakapannya dengan temanku dan kembali dia tetap berkata bahwa dia nggak ada rasa lebih sama aku dan aku tetap tersenyum dan merundukkan kepalaku. Aku kecewa. Padahal pagi itu aku hendak memberinya secangkir teh hangat,  tapi aku nggak mau dia liat aku sedih hingga aku menjatuhkan secangkir teh hangat itu dan memutuskan balik ke tempat kemahku.”
           
            “Dia berjalan dan aku mengikutinya. Ketika lewat jembatan sini aku terjatuh dan terbawa arus.” Ucapnya lalu menangis dalam lapisan senyumnya
           
            “Ris bentar deh. Kok cerita kita hampir sama ?” Tanyaku heran lalu berdiri.
         
            “Ceritanya bukan hampir sama Win. Ceritanya memang sama.”Jawabnya lalu tersenyum menatapaku.
        
            “M-mak-maksudnya ?” Tanyaku yg semakin heran.
         
            “Aku Sernanda.” Ucapnya lalu melepas kacamata yang dia pakai.
         
            Aku tak mampu berkata apapun aku melihat wajah masa lalu Sernanda di wajah Riska. Namun aku tetap tak yakin itu benar-benar Sernanda.

            “Nggak ! Nggak mungkin ! Kamu becanda kan, Ris ?! Sernanda jelas terjatuh dan terbawa arus yg sangat deras.” Ucapku yg mencoba menjauhi Riska.
           
            “Maaf aku lancang. Tapi kamu jahat win ! Kenapa kamu nggak ada niat mau nolong aku ?! Mungkin aku masih bisa terselamatkan karna ketika aku terbawa arus, warga sekitar situ menyelamatkan ku dan menyembuhkan ku menggunakan obat-obatan tradisional hingga akhirnya aku bisa tetap hidup.” Terangnya yang kali ini membuatku yakin bahwa dia benar-benar Sernanda.

            Lalu dia mengeluarkan sebuah benda yg ternyata gelang pemberian Sernanda ketika kami turun dari bis saat kemah 3 tahun yang lalu.

            ”Ini gelang yang aku kasih ke kamu kan ? Aku bikin dua karna jika suatu saat kita bisa bersama gelang ini bukti cinta kita.” Tambahnya.

            “Maafin aku Ser. Aku nggak ada maksud gitu. Nggak ada maksud sama sekali dalam hatiku untuk bohong. Tapi aku malu ! Aku malu untuk jujur secepat itu tentang perasaanku sama kamu. Makanya aku memutuskan untuk berbohong. Maafin aku.” Ucapku lalu memeluk Sernanda.

            “Aku sudah maafin kamu. Sebelum kamu mengucapkan semua kebohonganmu dimasa lalu, Win.” Bisiknya dalam pelukku.
           
            “Aku janji. Aku bakal jagain kamu dan jadikan kamu yang terakhir buat aku. Aku janji Ser !” Balasku.

            Pada akhirnya aku dan Sernanda berdua menyebrangi jembatan yang sempat memisahkan kami berdua selama 3 tahun ini. Dan ketika sampai ujung jembatan Mutya, Denada, Connie, Selly, Rio, Andre dan Kemal muncul lalu mengagetkanku.

            “Loh kalian ?” Ujarku kaget.
         
            “Aku sudah merencanakan ini Win denang mereka. Aku hubungi mereka biar mereka bisa liat kamu jujur tentang perasaan kamu yang dulu sempat kamu simpan dalam-dalam.” Ucap Sernanda.
           
            “Aku tau kok kamu nggak bakal bohong tentang perasaan kamu dan akhirnya kamu sendiri jujur kan ? Gunakan kesempatan ini dengan baik Win. Tolong jaga Sernanda untuk kami semua.” Ucap Rio.

            Aku menengok kebelakang. Arah dimana jembatan yang sempat memisahkanku dan Sernanda berada.

            “Mungkin ini adalah sebuah kesempatan bagiku darimu Tuhan. Aku percaya, yang terbaik dari-Mu akan selalu ada. Dan mulai hari ini, Tuhan izinkan aku menjaga titisan malaikat nyata-Mu ini. Ku berjanji pada diriku, bahwa aku akan menjadi surga nyata dalam dunianya yang mampu memberikan dia segala cinta, kasih sayang dan harapan yg ia harapkan dalam dirinya. Aku menyanginya Tuhan, tolong sampaikan itu semua padanya dan jaga kami serta hubungan kami.”



Tamat...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar